Seorang al-ustadz pernah menyampaikan bahwa “Proses Tarbiyah ini harus bisa menghasilkan kader yang imun bukan sekadar kader yang steril, karena Meningkatkan Imunitas itu sama pentingnya dengan menjaga sterilitas“.
Dalam konteks pembinaan, kader yang steril adalah kader yang sudah terbiasa dengan lingkungan yang sudah terjaga, terisolasi dan jauh dari pengaruh lingkungan buruk. Sedangkan kader yang imun adalah kader yang sudah dipersiapkan untuk bisa menjaga dan membentengi diri dari pengaruh lingkungan luar. Ia membangun ‘daya tahan’ terhadap perubahan kondisi lingkungannya. Kader yang imun sudah terbina untuk tetap terjaga dalam kondisi dan situasi seperti apapun, hatta ketika berada pada kondisi terburuk sekalipun. Sehingga ketika ia sudah keluar dari masa ‘karantina’ atau masa sterilisasi, ia tak mudah terkontaminasi dengan keadaan sekitar
Oleh karenanya, penting dibangun sebuah imunitas dalam diri seorang aktivis dakwah, agar kapan dan di manapun ia berada, ia tetap bisa mewarnai lingkungan, bukan terwarnai oleh lingkungannya. Yakhtalitu walakin yatamayyazun. Seorang kader bisa mewarnai bukan terwarnai. Kadang ada di antara kita yang sudah terlanjur merasa nyaman dengan lingkungannya, sehingga ketika memasuki dunia baru yang mungkin bertolak belakang, ia tak mampu menjaga keistiqamahannya seperti dalam lingkungan yang homogen tadi.
Akan tetapi, jangan sampai kita cukup berhenti dalam lingkungan steril itu. Karena, mau tidak mau, suatu saat kita pasti akan dihadapkan pada sebuah lingkungan dimana tingkat heterogenitasnya tinggi. Orang-orang dengan berbagai karakter dan worldview yang berbeda akan membaur membentuk suatu komunitas baru yang mungkin termasuk kita di dalamnya.
Wallahu A’lam bish showwab.