Laman

Selasa, 17 Januari 2012

5 Cara Memperlakukan Hati


Hati memiliki kedudukan yang sangat penting. Baik dan buruknya seseorang sangat tergantung pada bagaimana keadaan hatinya, bila hatinya baik, maka baiklah orang itu dan bila hatinya buruk, buruklah orang itu. Rasulullah saw bersabda:

Ingatlah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, baiklah anggota tubuh dan apabila ia buruk, buruk pulalah tubuh manusia. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu hati harus kita perlakukan dengan baik dalam kehidupan ini. Paling tidak ada empat hal yang harus kita perlakukan terhadap hati kita masing-masing.

Ekonomi Islam dalam pandangan Adam Smith


Adam Smith mulai menulis buku The Wealth of Nation ketika berada di Perancis dan menyelesaikannya pada 1776 di Kirkcaldy, yang akhirnya diterbitkan pada 1776. Pada masa ini, di Eropa telah beredar buku-buku terjemahan karya ekonomi muslim. Bahkan, di Perancis Selatan, banyak warga Perancis lulusan Pusat Kuliyah Islam menjadi guru besar dengan menerapkan pola pengajaran yang mereka dapatkan dari negara-negara Islam.
The Wealth of Nations terdiri dari lima jilid. Dalam jilid kelima bab pertama, Adam Smith membandingkan masyarakat dengan tingkat perekonomian yang berbeda, yakni bangsa dengan ekonomi terbelakang dan bangsa ekonomi maju. Masyarakat dengan ekonomi terbelakang ditandai dengan mata pencahariannya sebagai pemburu, sedang masyarakat ekonomi maju ditandai dengan mata pencahariannya sebagai penggembala dan pedagang. Contoh masyarakat ekonomi terbelakang adalah masyarakat Indian di Amerika Utara, sedangkan contoh masyarakat ekonomi maju adalah bangsa Arab dan Tartar.

Hakikat Kemenangan Dakwah


“Jika seluruh ikhwah mati,” kata Hasan Al Hudhaibi, “Itu lebih baik daripada kita sampai di puncak kemenangan dengan jalan pengkhianatan.”
Masih dengan wajah serius, Mursyid Am kedua Ikhwanul Muslimin ini melanjutkan taujihnya, “Nahnu muslimun qabla kulli syai’. Kita adalah muslim sebelum segalanya. Jika kita menguasai dunia dengan membunuh akhlak Islam, maka kita rugi!”
Tersebab ada ikhwah yang tidak sabar dengan penindasan rezim revolusioner saat itu lalu ia berniat menghabisi tokoh-tokoh pemerintah yang menyiksa ikhwah, Hasan Al Hudhaibi menjadi marah dan menasehatinya dengan kalimat-kalimat di atas. Penerus Hasan Al Banna ini tidak menghendaki kemenangan dengan jalan pengkhianatan, membunuh penguasa muslim meskipun ia zalim, dan cara-cara lain yang menanggalkan akhlak Islam.