Laman

Rabu, 11 April 2012

Masalah itu Manis



“Jangan katakan kepada Allah kalau kita punya masalah, tapi katakan kepada masalah kalau kita punya Allah”
Kutipan di atas saya copas dari status Facebook salah satu teman saya. Setelah membaca status itu saya langsung me-like-Nya padahal baru beberapa detik muncul di laman Facebook. Karena menurut saya kata-kata di atas sangat luar biasa. Iya, di tengah banyak dinding-dinding Facebook digunakan sebagai luapan keluh kesah, kekesalan, dsb. Yang seolah-olah menunjukkan ketidakikhlasan kita dalam menerima segala takdir ketentuan Allah Swt, teman saya ini meng-update status dengan nilai optimis.
Status teman saya di atas  sangat luar biasa menurut saya, dan status seperti itulah yang semestinya kita publish ke depan facebooker mania. Karena dengan membaca status yang luar biasa itu, teman kita yang membacanya mungkin akan tercerahkan walau boleh jadi sebelum membaca status kita itu dia sedang kegundahan. Kemudian biasanya status yang luar biasa di laman Facebook  akan  memunculkan komen-komen luar biasa lainya. Kalau begitu bukankah pahala akan mengalir kepada si peng-update status itu? Karena dia telah mencerahkan yang sedang gundah,memberi solusi yang sedang dirundung masalah.Jika ini yang terjadi, maka satu sisi positif  laman “muka buku” ini telah dirasakan, dan kita telah menanam satu kebajikan.

Keikhlasan, Saat Dirimu Merasa Tidak Lebih Baik daripada Orang Lain


Melakukan keikhlasan, tidaklah semudah mengatakannya. Sebagaimana pernah diakui oleh seorang ulama besar Sufyan ats-Tsauri, beliau berkata, “Tidak ada suatu perkara yang paling berat bagiku untuk aku obati daripada meluruskan niatku, karena niat itu bisa berubah-ubah terhadapku.”
Namun, bukan berarti ikhlas itu tidak dapat dilakukan, dan bukan berarti ikhlas tidak dapat diusahakan. Karena ikhlas adalah suatu ‘ilmu’. Ilmu di mana kita dapat mempelajarinya, dan terus mempelajarinya, sampai akhirnya kita benar-benar paham akan makna ikhlas. Ikhlas itu sendiri merupakan hal yang amat sakral, ia adalah perintah dan ia adalah syarat diterimanya suatu ibadah.
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)