Laman

Sabtu, 14 April 2012

Cermin Pribadi Seorang Muslim



Teringat cerita seorang pemuda yang ingin mendaftarkan dirinya sebagai prajurit dalam sebuah peperangan yang dipimpin Rasulullah SAW. Ia datang membawa pedang yang panjang pedangnya itu melebihi tinggi badannya. lalu dengan tegas Rasulullah menolak niatannya karena ia belum memiliki seni berperang. Lalu Pemuda itu pulang dan berdiskusi dengan ibunya, lalu Ia terus belajar dan mencari kelebihan yang ia miliki sehingga ia pun menemukan bahwa ia pandai menulis dan berbahasa. Di kemudian harinya Rasulullah mengangkat beliau sebagai sekretaris pribadi. Dan pemuda itu adalah Zaid bin Sabit.
Lain hal nya dengan Arqam bin Abi Arqom. Beliau dengan tulus merelakan rumah tinggalnya digunakan sebagai tempat halaqah pertama Rasulullah beserta para sahabat. Ia dengan ikhlas membuka selebar-lebarnya pintu rumah nya agar aktivitas dakwah itu berlangsung. Padahal jika kaum kafir Quraisy tau akan perkara ini, maka sudah lah pasti rumah tersebut akan di bumi hanguskan. Tetapi pemuda satu ini memiliki keyakinan yang kuat akan dakwah Islam sehingga ancaman tersebut bukan menjadi penghalang baginya.

Ketika Cermin Berdebu



Hati manusia ibarat sebuah cermin. Sebuah cermin yang bersih akan terlihat berkilat dan jernih. Cermin seperti ini bisa menerima dan memantulkan cahaya yang datang.  Juga bisa untuk bercermin bagi seseorang yang berada dihadapannya.
Berbeda dengan cermin yang berdebu. Cermin seperti ini akan terlihat suram dan kotor. Cermin seperti ini tidak bisa menerima dan memantulkan cahaya yang datang. Juga tidak bisa atau kurang memuaskan untuk seseorang bercermin padanya.
Begitulah hati manusia. Jika hati bersih maka akan mudah seseorang menerima pengajaran, nasihat dan hidayah. Karena hati yang bersih adalah tempat segala kebaikan. Tempat cahaya masuk.