Laman

Senin, 23 Januari 2012

Jangan Hanya Sekedar Piala



Dengan apa prestasi bisa dilihat di dunia ini? Ya, piala adalah salah satu yang paling kentara di antara yang lain. Sejak usia SD, kita telah kenal atau setidaknya pernah melihat benda yang satu ini. Kebanyakan berwarna kuning keemasan, terkadang tinggi, ada bulatan, dan tertulis prestasi yang kita raih.

Juara I Lomba … Tingkat … “

Kebanggaan adalah hal yang lumrah menyeruak saat nama disebut dan tangan menerima piala untuk kali pertamanya. Terbayar sudah rasanya pengorbanan dan perjuangan sebelumnya. Terbayang pula senyum dan ucapan selamat yang akan diterima dari orang-orang di sekitar. Jadilah bertambah koleksi piala di lemari atau kamar kita.
Akan tetapi, janganlah berbangga jika hanya itu yang kita raih. Kenapa?
Piala memanglah satu hal yang menjadi pembuktian akan prestasi seseorang. Namun, kebaikan dan manfaat dari prestasi dan perjuanganlah yang penting untuk dikhawatirkan. Jangan-jangan prestasi yang kita raih tiada sedikit pun berimbas manfaat kepada orang di sekitar kita. Jangan-jangan apa yang kita raih malah menyakiti orang lain karena cara kita yang tak baik dalam pencapaiannya.
Tak berharga sebuah prestasi, yang paling memukau sekalipun jika diraih dengan menciderai keyakinan, keimanan, dan kejujuran. (Fauzil Adhim, 2011)
Sebut saja Rasulullah SAW. Tiada yang sanggup menyangkal bahwa beliaulah manusia yang terbanyak prestasinya. Piala yang diberikan pada beliau pun tidak main-main, keridhaan Allah dan surga.
Maka dari itu, selayaknya kita sebagai manusia yang masih terus berproses tiap harinya menyadari. Sadar bahwa dalam setiap amal dan perjuangan kita tiadalah tepat jika berorientasi hanya pada piala. Piala dalam hal ini bukan hanya benda berbentuk piala akan tetapi lebih kepada penghargaan dan pengakuan dari masyarakat.
Kurang bijak kiranya jika kita berbuat hanya untuk mendapat pengakuan akan eksistensi diri di antara manusia. Perjuangan kita hanya akan dinilai sampah di mata Sang Haq, Allah SWT. Terlebih seorang da’i, sebagai kepanjangan tangan dari perjuangan mulia Rasulullah SAW. Sangat sayang rasanya jika besar dan mulianya perjuangan beliau terkotori dan tersempitkan oleh perilaku kita yang meniatkan amal dakwah kita untuk mendapat kesenangan dunia.
Tatkala karakter yang menjadi kegelisahan utama, prestasi akan menyertai. Prestasi muncul sebagai akibat, bukan tujuan. (Fauzil Adhim, 2011)
Maka, refreshkan kembali niatan amal kita. Jika masih ada embel-embel karena ingin dilihat baik oleh si A, maka beristighfarlah. Kalau masih ada pengharapan ingin mendapat ini dan itu di dunia, maka bermuhasabahlah.
Allahlah yang layak menilai amal kita. Kita sebagai manusia memang boleh untuk meminta dan mengharapkan kemudahan dan kenikmatan hidup. Namun, lebih dari itu, satu hal yang layak kita harapkan adalah benar-benar sebuah piala hakiki. Yakni, piala dari Allah berupa keridhaan-Nya dan pertemuan dengan-Nya di surga.
Maka dari itu, luruskan kembali niatan perjuangan kita. Bayangkanlah jika kita telah lulus dari semua tahapan kehidupan ini, Allah dan surga telah menanti di hadapan. Muncul sebuah tiket gold untuk kita:
“Selamat, Anda Berhak Masuk Surga Firdaus!”