“Muda foya-foyaTua kaya rayaMati masuk surga”
Mungkin jargon itu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Entah dari mana dan sejak kapan tepatnya kemunculan yel-yel tak masuk akal ini nampaknya seperti sebuah misteri. Tak ada seorang pun mengetahuinya. Namun fokus kita bukan di sini. Yang patut kita soroti ialah mengapa “sebagian” (atau mungkin “kebanyakan”?) dari pemuda di era yang katanya modern ini dengan bangganya menjadi penganut jargon ini? Bukankah prinsip dasar “Siapa yang menanam, maka dialah yang akan menuai” sudah menjadi semacam hukum alam?
Kalau kita telaah lebih dalam lagi, salah satu faktor merebaknya paham tak sehat ini tak akan lepas dari peran media. Bukankah saat ini era globalisasi? Di mana dalam waktu sekian detik kita sudah bisa mengetahui segala kejadian yang berlangsung di belahan dunia lain. Semua makhluk bernama manusia di muka bumi ini sudah seperti tinggal di satu global village. Batas ruang dan waktu tak menjadi soal asalkan punya modal. Konsekuensinya, arus lalu lintas paham, prinsip, atau keyakinan semakin deras tiap saat. Termasuk dalam hal ini ialah ‘melodi’ kaum pemalas yang dikutip di atas.