Kita semua punya detik-detik berharga dalam hidup kita. Kita semua memilikinya. Namun yang sering terjadi nyatanya kita kadang terlena, terlupa, kurang terjaga bahwasanya detik yang baru saja kita lewati merupakan detik berharga. Detik berharga dalam hidup-hidup kita.
Mungkin karena kita lena tentangnya maka pada suatu waktu nanti kita akan teringat juga, teringat tentang beberapa keputusan yang kita buat di masa yang lampau. Tentang detik-detik keputusan itu.
Namanya Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanhu. Temanten baru yang malamnya berduaan dengan istrinya, tetapi pagi punya cerita lain untuknya. Seruan Jihad. Gunung UHUD menunggu.
Memperoleh detik berkualitasnya ketika terjadi pertarungan batin. Pertarungan batin untuk memenangkan ke-absurd-an kenikmatan dunia ataukah memenangkan kekekalan janji langit. Maka lihatlah Hanzhalah segera bersicepat memenuhi janji langit, secepat-cepatnya, segiat-giatnya. Hingga belum melakukan mandi janabat menuju syahidnya pada saat perang UHUD saat itu juga. Subhanallah.
Dan kita dengarkan Rasulullah bersabda, “Sungguh Aku melihat Malaikat memandikan Hanzhalah bin Amir RA antara langit dan bumi dengan air awan dalam bejana terbaut dari perak.”
Adalagi riwayat teladan tentang Umair bin Hammam membuang kurma sambil berkata, “Bakh! Bakh! Tidaklah aku dapat masuk ke dalam jannah kecuali aku harus terbunuh oleh musuh.” Kemudian dia membuang kurma yang ada di genggaman tangan dan segera menghunus pedang untuk memerangi musuh sampai dia terbunuh. Dan dia Umair bin Hamman pun mendapat detik keputusan yang berkualitas dalam hidupnya. Segera menyongsong kebaikan yang agung dengan tanpa menunggu menghabiskan kurma di tangan.
Ada banyak cerita lain yang sungguh luar biasa untuk kita jadikan pijakan tentang orang-orang mulia di sekitar Nabi. Orang-orang mulia yang sering memperoleh detik berkualitas dalam hidupnya. Karena Quran bersama mereka, karena sunnah menghiasi hidup mereka.
Seperti kata pak Steven Covey yang sering kita dengar juga. Bahwa 10% dari hidup adalah apa yang terjadi pada diri kita. Sedangkan 90% lainnya adalah reaksi apa yang kita lakukan dari apa yang terjadi.
Tentu saja dengan mengesampingkan benar tidaknya perbandingan prosentase yang ada. Paling tidak seperti itulah kurang lebihnya. Semua dari kita bisa menerima apapun dalam hidup ini. Bisa senang, bisa suka bisa duka. Namun beda orang akan beda juga cara memaknai hidup. Maka dari pemaknaan inilah tentunya akan menghujung pada keadaan yang berbeda pada tiap orang. Walaupun masalah yang diterima sama. Tapi karena detik penentuan yang berkualitas ini berbeda, maka tentu saja keadaan yang dicapai pun akan berbeda pula semestinya.
Silakan meminta pada Allah Tuhan kita, silakan belajar dengan sebenar-benar belajar dan silakan berkumpul dengan orang-orang baik dan shalih. Karena dari Allah dan orang-orang itu kita berusaha menyesap energi yang sebanyak-banyaknya, energi langit yang seluas-luasnya. Karena dengan membersamainya – Allah dan orang-orang shalih- kita akan lebih mengerti cara menuju hidup yang sesungguhnya. Karena dengannya pula kita akan dalam tuntunan sesungguhnya. Agar kita mendapat detik yang berkualitas dalam hidup kita.
Dan sidang pembaca yang berbahagia silakan memilah dan memilih detik-detik yang berkualitas dalam hidup njenengan. Silakan