Suatu ketika seorang lelaki bernama Tsamamah bin Itsal dari kabilah Al Yamamah pergi ke Madinah Al Munawarah hendak membunuh Rasulullah. Dengan tekad bulat dan semangat kuat ia pergi ke majlis Rasulullah.
Tapi ternyata, niat jahat tersebut
sudah tercium oleh Umar bin Khattab, maka ia pergi menghampirinya dan dan
langsung mengusut dengan pertanyaan menukik. “apa tujuan datang ke Madinah,
bukankah engkau seoarang musyrik?”
Orang itu dengan tenang berkata,
“Aku datang ke negeri ini untuk membunuh Muhammad!”
Mendengar perkataan keji itu, Umar
dengan cepat dan tangkas melucuti pedangnya dan meringkus Tsamamah lalu
diikatnya di salah satu tiang mesjid.
Setelah itu segera Umar melapor pada
Rasulullah. Mendengar hal ini, Rasul segera keluar menemui orang yang hendak
membunuhnya. Ketika bertatap mata, Rasulullah memandang dengan cermat wajah
laki-laki itu. “Apakah ada diantara kalian yang sudah memberinya makan?” tanya
Rasulullah.
Umar terdiam sejenak mendengar
pertanyaan tersebut. Dia yang sedari tadi menunggu diperintah membunuh malah
ditanya tentang pemberian makan. “Makanan apa yang baginda maksudkan?”
“Makanan apa yang ia makan?”
“Orang ini datang kesini sebagai
pembunuh, dan bukan datang untuk masuk Islam..” Umar mulai berang.
“Tolong ambilkan segelas susu dari
rumahku, dan buka tali pengikat orang itu!”
Umar bin Khattab bukan main
geramnya. Sesudah diberi minum, Rasulullah memerintahkan dengan sopan
kepadanya, ”Ucapkanlah Tiada Tuhan selain Allah.”
“Aku tidak akan mengucapkannya.”
Rasulullah berkata lagi,
“Katakanlah, Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad
adalah rasul Allah.”
Meski Rasul telah menitahkan
kepadanya 2 kali, namun orang itu tetap tak bergeming kemudian ia berkata lagi,
“Aku tidak akan mengatakannya.”
Rasulullah SAW kemudian memutuskan
untuk membebaskan orang itu, dan orang itu pun pergi untuk kembali ke
negerinya. Tetapi belum berapa jauh ia melangkah dari mesjid, ia kembali kepada
Rasulullah seraya berujar, “Ya Rasulullah, aku bersaksi tiada Tuhan selain
Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah.”
Orang-orang yang menyaksikan hal itu
tertegun. Sekejap kemudian Rasulullah dengan nada bijak bertanya kepadanya,
“Kenapa engkau tidak mengucapkannya manakala aku memerintahkan kepadamu?”
Orang itu menjawab, “Wahai Rasul,
aku tidak mau mengucapkannya ketika aku masih belum kau bebaskan khawatir ada
orang yang menganggap saku masuk Islam dikarenakan takut. Setelah aku
dibebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena mengharap ridha Allah Robbul
‘Alamin.”
“Ketika aku memasuki kota Madinah,
tidak ada seorang pun yang aku benci lebih dari Muhammad. Tetapi sesudah aku
meninggalkan kota ini, tidak ada seorang pun yang aku cintai selain Muhammad
Rasulullah.
Sabili, Des ’01