Sejak berabad-abad lamanya, astronomi dan matematika begitu lekat
dengan umat Islam. Tak heran bila sejumlah ilmuwan di kedua bidang tersebut
bermunculan. Salah seorang di antaranya adalah Abu Abdallah Muhammad Ibn Jabir
Ibn Sinan Al-Battani. Ia lebih dikenal dengan panggilan Al-Battani atau
Albatenius.
Buah pikirnya dalam bidang astronomi yang mendapatkan pengakuan
dunia adalah lamanya bumi mengelilingi bumi. Berdasarkan perhitungannya, ia
menyatakan bahwa bumi mengelilingi pusat tata surya tersebut dalam waktu 365
hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Perhitungannya mendekati dengan
perhitungan terakhir yang dianggap lebih akurat.
Penemuannya mengenai garis lengkung bulan dan matahari, pada 1749
kemudian digunakan oleh Dunthorne untuk menentukan gerak akselerasi bulan.
Dalam bidang matematika, Al Battani juga memberikan kontribusi gemilang
terutama dalam trigonometri. Laiknya, ilmuwan Muslim lainnya, ia pun menuliskan
pengetahuannya di kedua bidang itu ke dalam sejumlah buku.
Bukunya tentang astronomi yang paling terkenal adalah Kitab Al
Zij. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 dengan
judul De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerum et Motibus oleh Plato dari
Tivoli .
Terjemahan tertua dari karyanya itu masih ada di Vatikan. Terjemahan buku
tersebut tak melulu dalam bahasa latin tetapi juga bahasa lainnya.
Terjemahan ini keluar pada 1116 sedangkan edisi cetaknya beredar
pada 1537 dan pada 1645. Sementara terjemahan karya tersebut ke dalam bahasa
Spanyol muncul pada abad ke-13. Pada masa selanjutnya baik terjemahan karya Al
Battani dalam bahasa Latin maupun Spanyol tetap bertahan dan digunakan secara
luas.
Tak heran bila tulisannya, sangat memberikan pengaruh bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa hingga datangnya masa Pencerahan. Dalam
Fihrist, yang dikompilasi Ibn An-Nadim pada 988, karya ini merupakan kumpulan
Muslim berpengaruh pada abad ke-10, dinyatakan bahwa Al Battani merupakan ahli
astronomi yang memberikan gambaran akurat mengenai bulan dan matahari.
Informasi lain yang tertuang dalam Fihrist menyatakan pula bahwa
Al Battani melakukan penelitian antara tahun 877 dan 918. Tak hanya itu, di
dalamnya juga termuat informasi mengenai akhir hidup sang ilmuwan ini. Fihrist
menyatakan bahwa Al Battani meninggal dunia dalam sebuah perjalanan dari Raqqa
ke Baghdad .
Perjalanan ini dilakukan sebagai bentuk protes karena ia dikenai pajak yang
berlebih. Al Battani memang mencapai Baghdad
untuk menyampaikan keluhannya kepada pihak pemerintah. Namun kemudian ia
menghembuskan nafas terakhirnya ketika dalam perjalanan pulang dari Baghdad ke Raqqa.
Al Battani lahir di Battan, Harran ,
Suriah pada sekitar 858 M. Keluarganya merupakan penganut sekte Sabbian yang
melakukan ritual penyembahan terhadap bintang. Namun ia tak mengikuti jejak
langkah nenek moyangnya, ia lebih memilih memeluk Islam. Ketertarikannya dengan
benda-benda yang ada di langit membuat Al Battani kemudian menekuni astronomi.
Secara informal ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya yang juga seorang
ilmuwan, Jabir Ibn San'an Al-Battani. Keyakinan ini menguat dengan adanya bukti
kemampuan Al Battani membuat dan menggunakan sejumlah perangkat alat astronomi
seperti yang dilakukan ayahnya.
Beberapa saat kemudian, ia meninggalkan Harran menuju Raqqa yang
terletak di tepi Sungai Eufrat, di sana
ia melanjutkan pendidikannya. Di kota
inilah ia melakukan beragam penelitian hingga ia menemukan berbagai penemuan
cemerlangnya. Pada saat itu, Raqqa menjadi terkenal dan mencapai kemakmuran.
Ini disebabkan karena kalifah Harun Al Rashid, khalifah kelima dalam dinasti
Abbasiyah, pada 14 September 786 membangun sejumlah istana di kota tersebut. Ini merupakan penghargaan atas
sejumlah penemuan yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan Al Battani.
Usai pembangunan sejumlah istana di Raqqa, kota ini menjadi pusat kegiatan baik ilmu
pengetahuan maupun perniagaan yang ramai.
(berbagai sumber)