Segeralah mempergunakan emas dan perak; sebagai mata uang dan investasi, dan sedikit demi sedikit—lebih cepat lebih baik—menukar Rupiah, Dollar, Yen, Euro, Poundsterling, Gulden, dan sebagainya dengan emas dan perak sebagai mata uang yang sejati, karena yang lain itu sesungguhnya cuma simbol yang secara intrinsik tidak memiliki nilai apa-apa.
Apa yang kita namakan dengan mata uang sekarang ini, yaitu Dollar,
Yen, Rupiah, Poundsterling, Euro, dan sebagainya, pada hakikatnya hanya
selembar kertas biasa (dan yang berbentuk koin juga koin biasa yang tak ada
harganya), yang hanya menjadi “uang” karena ada jaminan dari bank. Bank sendiri berani menjamin mata uang yang tak berharga tersebut karena
memiliki cadangan devisa berupa emas dan perak.
Emas dan perak inilah yang sampai saat ini terus berupaya direbut dan ditimbun oleh Konspirasi Internasional dari tangan seluruh warga dunia, agar emas dan perak seluruh dunia berada di tangan mereka dan di tangan yang tidak tahu hanyalah selembar kertas tidak berharga yang dipakai sebagai alat transaksi. Keadaan ini akan sangat menguntungkan kaum Konspirasi Internasional yang bisa seenaknya memainkan nilai tukar mata uang tersebut sehingga masyarakat banyak bisa dikendalikan dengan mudah.
Lantas, apa sebenarnya beda emas dan perak dengan mata uang-mata uang negara-negara dunia yang sekarang dicetak dari selembar kertas biasa?
Emas dan perak inilah yang sampai saat ini terus berupaya direbut dan ditimbun oleh Konspirasi Internasional dari tangan seluruh warga dunia, agar emas dan perak seluruh dunia berada di tangan mereka dan di tangan yang tidak tahu hanyalah selembar kertas tidak berharga yang dipakai sebagai alat transaksi. Keadaan ini akan sangat menguntungkan kaum Konspirasi Internasional yang bisa seenaknya memainkan nilai tukar mata uang tersebut sehingga masyarakat banyak bisa dikendalikan dengan mudah.
Lantas, apa sebenarnya beda emas dan perak dengan mata uang-mata uang negara-negara dunia yang sekarang dicetak dari selembar kertas biasa?
Kehebatan Emas dan Perak
Sejak berabad-abad silam, emas dan perak
telah menjadi logam mulia yang diagungkan oleh banyak manusia. Bahkan emas dan
perak, juga batu permata, telah dipergunakan oleh raja-raja, para sultan, para
diktator, tiran, dan sebagainya sebagai bahan dasar pembuatan mahkota mereka.
Tuhan menciptakan dua logam mulia itu bukan
sekadar sebagai alat pengukur nilai, atau untuk menyimpan kekayaan (investasi),
tetapi juga sebagai alat tukar (medium of exchange). ” Karena tingginya
kedudukan emas dan perak inilah maka banyak kalangan menganggap kedua logam
mulia tersebut sebagai Heaven’s Currency (Mata uang surga).
“Masyarakat kuno sudah menggunakan emas,
perak, dan tembaga untuk transaksi ekonomi. Emas dan perak dipilih karena
kelangkaan (rare) dan warnanya yang indah. Dalam sejarah manusia, tak lebih
dari 90. 000 ton emas yang ditambang dari perut bumi. Sementara perak dan
tembaga untuk memenuhi transaksi dengan nilai yang lebih rendah dari emas. ”
Uniknya, dunia modern mengklasifikasikan
logam-logam mulia tersebut dalam kolom yang sama. Tabel Periodik menempatkan
emas, perak, dan tembaga (dengan simbol masing-masing Au, Ag, dan Cu) dalam
kelompok yang sama yakni Golongan 11. Berbeda dengan kebanyakan logam lainnya,
emas memiliki sifat yang sangat istimewa.
Pertama, ia tidak bisa diubah dengan bahan kimia apa pun. Archimedes (300 SM) membuktikan bahwa emas bisa dideteksi tanpa merusak dan hanya dengan menggunakan air tawar biasa. Karena bukan termasuk logam yang aktif maka emas tidak terpengaruh oleh air dan udara. Tidak seperti besi atau logam lainnya, emas tidak bisa berkarat.
Pertama, ia tidak bisa diubah dengan bahan kimia apa pun. Archimedes (300 SM) membuktikan bahwa emas bisa dideteksi tanpa merusak dan hanya dengan menggunakan air tawar biasa. Karena bukan termasuk logam yang aktif maka emas tidak terpengaruh oleh air dan udara. Tidak seperti besi atau logam lainnya, emas tidak bisa berkarat.
Selain itu, emas juga termasuk logam yang
sangat lunak. Bisa ditempa menjadi lempengan yang super tipis dan bisa juga
ditempa menjadi kawat dengan ketebalan super mini. Bayangkan saja, satu ons
emas bisa ditempa dengan luas seukuran 100 kaki persegi atau dibuat kawat
sepanjang 50 mil!
Emas juga dikenal sebagai logam mulia paling
berat. Satu kaki kubik emas beratnya mencapai lebih dari setengah ton. Itulah
sebabnya mengapa dalam sejarah manusia tidak pernah ada pencurian emas dalam
skala besar karena untuk itu diperlukan alat berat untuk mengangkatnya.
Sepanjang sejarah manusia, penambangan emas
dunia dari tahun ke tahun hanya mengalami kenaikan dua persen tiap tahunnya.
Dalam setahun seluruh industri tambang emas dunia menghasilkan kira-kira 2.000
ton emas. Bandingkan dengan produksi baja AS sejak 1995 seperti yang dirilis
Iron and Steel Institute yang bermarkas di Washington DC yang mencapai 10. 500
ton perjamnya. Sebab itu, emas sungguh-sungguh logam yang sanga langka dan
sangat stabil nilainya sejak awal sejarah manusia hingga kini.
Penggunaan emas dan perak sebagai mata uang
sejati sesungguhnya telah dipergunakan berabad-abad yang lalu. Koin emas dalam
sejarah dibuat pertama kalinya pada masa Raja Croesus dari Lydia, sebuah
kerajaan kuno yang terletak di barat Anatolia, sekitar tahun 560 SM.
Sedangkan koin perak dibuat lebih dulu lagi
yakni 140 tahun sebelum koin emas pertama dibuat, yaitu pada 700 SM, pada masa
Raja Pheidon dari Argos, Yunani.
Koin emas telah dipergunakan sebagai alat tukar di masa Kerajaan Romawi. Kaisar
Julius Caesar mengenalkan aureus (berasal dari kata ‘aurum’ yang memiliki arti
sebagai emas) sebagai standar penukaran di kerajaannya. Karena nilainya yang
besar, aureus ini hanya dipergunakan sebagai alat pembayar utang. Aureus dibuat
dari 99% emas murni dengan berat 8 gram. Namun ketika Nero menjabat sebagai
kaisar, maka beratnya diturunkan menjadi 7, 7 gram.
dinar&dirham sekarang |
Pada zaman Rasulullah SAW dikenal dua jenis uang yaitu uang yang berupa komoditi logam dan koin yang berasal dari kekaisaran Roma (Byzantine). Dua jenis uang logam yang digunakan adalah emas (Dinar) dan perak (Dirham). Logam tembaga juga digunakan secara terbatas dan tidak sepenuhnya dihukumi sebagai uang, disebut fals atau jamaknya fulus.
Tercatat
bahwa Dirham dicetak pertama kali oleh Kekalifahan Umar bin Khattab pada
sekitar abad 18 H, meskipun demikian koin logam emas dan perak dari Byzantine
tetap juga diterima oleh masyarakat Islam. Dinar dicetak pertama kali pada
zaman Kekalifahan Mu’awiya bin Abu Sufyan (41-60H), meskipun juga koin emas dan
perak dari Byzantine tetap dipakai sampai sekitar thaun 75H-76 H pada zaman
Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan – ketika yang terakhir ini melakukan
reformasi finansialnya dan mulai saat itu hanya Dinar dan Dirham yang dicetak
sendiri oleh Kekhalifan Islam yang berlaku.
Pada awalnya koin emas yang dicetak di masa-masa tersebut mempunyai kwalitas cetakan yang kurang baik dan berat masing-masing koin yang tidak standar, oleh karenanya penggunaan uang logam ini awalnya lebih mengandalkan pada timbangan berat daripada menghitung jumlah koinnya. Awalnya penggunaan berdasarkan hitungan jumlah koin (bukan berat) hanya dilakukan terhadap koin perak Dirham dan fulus dari tembaga – karena keduanya memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan koin emas Dinar. Disinilah awal dikenalnya fungsi uang sebagai numeraire yang diperkenalkan oleh Islam.
Pada awalnya koin emas yang dicetak di masa-masa tersebut mempunyai kwalitas cetakan yang kurang baik dan berat masing-masing koin yang tidak standar, oleh karenanya penggunaan uang logam ini awalnya lebih mengandalkan pada timbangan berat daripada menghitung jumlah koinnya. Awalnya penggunaan berdasarkan hitungan jumlah koin (bukan berat) hanya dilakukan terhadap koin perak Dirham dan fulus dari tembaga – karena keduanya memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan koin emas Dinar. Disinilah awal dikenalnya fungsi uang sebagai numeraire yang diperkenalkan oleh Islam.
Uang
emas(Dinar) dan uang perak (Dirham) baru digunakan berdasarkan jumlah koinnya
(bukan timbangannya) sebagaimana kita kenal secara konvensioanl seperti
sekarang ini tercatat di dunia Islam baru sekitar abad ke 4 Hijriyah . Dalam
kejayaan Islam umumnya kedua jenis uang emas dan perak digunakan bersama
meskipun juga dipengaruhi ketersedeiaan bahan dan budaya setempat. Di zaman
Salahuddin Al Ayyubi uang emas banyak dipakai di Persia dan spanyol, sedangkan
perak (Dirham) banyak dipakai di Afrika Utara dan Semenanjung Arab.
Selain
Dinar, Dirham dan Fulus (uang tembaga), di sejarah Kekhalifahan Islam juga
dikenal adanya uang Maghshus yaitu uang yang dibuat dari campuran logam mulia
(emas atau perak ) dengan logam lain seperti tembaga, perunggu dan lain
sebagainya .
Dalam sejarah awal Islam apabila fulus digunakan, maka penggunaannya biasanya terbatas pada konteks lokal yang tidak terlalu luas dimana para pelaku bisa saling mengenal dan saling percaya. Fulus dari tembaga untuk perdagangan jarak jauh baru dicetak oleh pemerintahan Mamluk awal abad 9 H. Pada pemerintahan Mamluk tersebut ditetapkan bahwa nilai Dirham dari Tembaga (sebenarnya fulus) sama dengan Dirham dari perak (uang yang sesungguhnya); tetapi penetapan ini tidak di terima di masyarakat terbukti dari harga fulus Dirham yang dari tembaga jatuh. Pengalaman ini menunjukkan bahwa nilai uang yang sesungguhnya (dalam arti daya beli atau nilai tukarnya) tidak bisa ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah, nilai uang akan tergantung dua hal yaitu apabila tidak berdasarkan nilai intrinsik-nya maka akan berdasarkan kepercayaan pasar yang menggunakannya.
Dalam sejarah awal Islam apabila fulus digunakan, maka penggunaannya biasanya terbatas pada konteks lokal yang tidak terlalu luas dimana para pelaku bisa saling mengenal dan saling percaya. Fulus dari tembaga untuk perdagangan jarak jauh baru dicetak oleh pemerintahan Mamluk awal abad 9 H. Pada pemerintahan Mamluk tersebut ditetapkan bahwa nilai Dirham dari Tembaga (sebenarnya fulus) sama dengan Dirham dari perak (uang yang sesungguhnya); tetapi penetapan ini tidak di terima di masyarakat terbukti dari harga fulus Dirham yang dari tembaga jatuh. Pengalaman ini menunjukkan bahwa nilai uang yang sesungguhnya (dalam arti daya beli atau nilai tukarnya) tidak bisa ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah, nilai uang akan tergantung dua hal yaitu apabila tidak berdasarkan nilai intrinsik-nya maka akan berdasarkan kepercayaan pasar yang menggunakannya.
Karena
fulus yang dicetak rencananya untuk perdagangan jarak jauh tidak diterima
dengan baik oleh pasar, maka pada masa tersebut mulai dilahirkan pula apa yang
disebut sebagai suftaja atau al suftajah – semacam apa yang kita kenal sekarang
dengan letter of credit. Suftaja ini dikeluarkan oleh tempat penukaran uang
(Sharf) di tempat asal, untuk ditukar dengan uang koin Dinar atau Dirham di
tempat penukaran uang di kota tujuan. Suftaja memiliki banyak kemiripan dengan
uang kertas yang kita kenal yaitu mudah dibawa dalam perjalanan jauh dan
berperan sebagai surat janji (promissory note) untuk bisa ditukar kembali
dengan uang sesungguhnya. Suftaja juga banyak dipakai di Kekhalifahan Usmaniah
antara abad 17 – 19 karena luasnya wilayah kekhalifahan sehingga diperlukan
efektifitas pembayaran pembayaran perdangan jarak jauh .
Usaha memaksakan uang tanpa nilai intrinsik (uang kertas) pada dunia Islam sebenarnya juga pernah dilakukan oleh kekaisaran Mongols pada tahun 1294, namun gagal total hanya dalam dua bulan karena masyarakat Islam menolaknya. Sekali lagi hal ini membuktikan bahwa uang yang tidak di dukung dengan nilai intrinsik dan juga tidak didukung oleh kepercayaan masyarakat penggunanya pasti gagal.
Berabad-abad berikutnya tepatnya mulai abad ke 19 uang kertas mulai diperkenalkan lagi ke dunia Islam (tentu juga dunia di luar Islam) melalui dua tahap. Tahap pertama masih didukung penuh dengan cadangan emas yang dikenal dengan Gold Standard atau Gold Exchange Standard. Tahap kedua adalah uang kertas atau uang fiat yang kita kenal sampai sekarang yang tidak didukung dengan cadangan emas. Uang kertas terakhir ini sebenarnya mengandung ketidak pastian yang sangat tinggi terhadap nilainya (gharar) seperti yang sudah terbukti di Indonesia melalui dua kejadian yaitu Sanering Rupiah 1965 dan Krisis Moneter 1997-1998. Peningkatan risiko ini disebabkan pertama karena uang kertas atau uang fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik, dan kedua karena perdagangan internasional sudah semakin luas sehingga keterikatan sosial antar pelaku pasar sudah semakin renggang – sedikit saja kepercayaan pasar menurun terhadap suatu mata uang – maka hancurlah mata uang tersebut. Kepastian nilai mata uang kertas hanya bisa terjadi apabila uang kertas tersebut sepenuhnya mempunyai penyeimbang (counterbalance) yang jumlahnya sama dengan uang yang beredar, yaitu yang disebut 100 gold reserve system, atau di back up oleh kekayaan riil lain (misalnya minyak) yang nilainya setara dengan uang yang beredar tersebut.
Usaha memaksakan uang tanpa nilai intrinsik (uang kertas) pada dunia Islam sebenarnya juga pernah dilakukan oleh kekaisaran Mongols pada tahun 1294, namun gagal total hanya dalam dua bulan karena masyarakat Islam menolaknya. Sekali lagi hal ini membuktikan bahwa uang yang tidak di dukung dengan nilai intrinsik dan juga tidak didukung oleh kepercayaan masyarakat penggunanya pasti gagal.
Berabad-abad berikutnya tepatnya mulai abad ke 19 uang kertas mulai diperkenalkan lagi ke dunia Islam (tentu juga dunia di luar Islam) melalui dua tahap. Tahap pertama masih didukung penuh dengan cadangan emas yang dikenal dengan Gold Standard atau Gold Exchange Standard. Tahap kedua adalah uang kertas atau uang fiat yang kita kenal sampai sekarang yang tidak didukung dengan cadangan emas. Uang kertas terakhir ini sebenarnya mengandung ketidak pastian yang sangat tinggi terhadap nilainya (gharar) seperti yang sudah terbukti di Indonesia melalui dua kejadian yaitu Sanering Rupiah 1965 dan Krisis Moneter 1997-1998. Peningkatan risiko ini disebabkan pertama karena uang kertas atau uang fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik, dan kedua karena perdagangan internasional sudah semakin luas sehingga keterikatan sosial antar pelaku pasar sudah semakin renggang – sedikit saja kepercayaan pasar menurun terhadap suatu mata uang – maka hancurlah mata uang tersebut. Kepastian nilai mata uang kertas hanya bisa terjadi apabila uang kertas tersebut sepenuhnya mempunyai penyeimbang (counterbalance) yang jumlahnya sama dengan uang yang beredar, yaitu yang disebut 100 gold reserve system, atau di back up oleh kekayaan riil lain (misalnya minyak) yang nilainya setara dengan uang yang beredar tersebut.
Bersambung……….
Diambil
dari berbagai sumber.