"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang
lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita(mengolok-olokkan)
wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang diolok-olokkan) dan janganlah
kamu mencela dirimu sendiri, dan jangan kamu panggil-memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.
Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakkan dari
prasangka, sesungguhnya sebagaian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
cari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagin
yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan danging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesunggunya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan Menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang maling mulia diantara kamu di
Sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS. Al
Hujurat/49:11-13)
Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli
'ala Muhammad waala aalihi washaabihii ajmai'iin.
Saudaraku yang
budiman, yang harus kita waspadai pada diri kita adalah lisan. Berbicara tidak
butuh tenaga besar, tidak perlu biaya. Salah satu contohnya bahaya lisan adalah
sebuah mahligai rumah tangga, bisa saja bercerai hanya dengan sepatah kata,
bahkan akhir hayat bisa su’ul khatimah juga dengan sepatah kata, sehingga
berkata benar atau diam. Istilah lain dari bahaya lisan, disebut juga
ghibah.
Proses ghibah, pertama-tama, berprasangka jelek dan
mencari-cari kekurangan orang lain inilah disebut ghibah, dan hukumnya adalah
haram.
"Ya Rasulullah tahukah engkau ghibah", tanya seorang sahabat,
Rasulullah bersabda, "Engkau mengatakan sesuatu tentang sesuatu dengan ucapan,
dia mendengarnya, dia tahu akan membencimu, sahabat bertanya lagi, "Bagaimana Ya
Rasul, yang saya katakan itu benar (kejelekan seseorang) seperti yang diduga
sahabat tersebut", Rasulullah juga menjawab "jika padanya memang ’apa yang ada
kamu katakan, berarti kamu sudah mengumpatnya, dan jika tidak ada yang kamu
katakan, maka kamu sudah memfitnahnya". (HR. Muslim)
Saudaraku,
berghibah, lalu tobat tidak akan diampuni sebelum diampuni oleh orang yang dia
perolok-olok. Penyebab orang melakukan ghibah dapat disebabkan, karena bentuk
tubuh, suku, atau kekayaan.
Oleh karena itu, hati-hati menghina masa lalu
orang lain, jangan terfokus menilai seseorang hanya karena masa lalunya, karena
setiap orang bisa saja berubah. Boleh jadi suatu saat dia berbuat dosa besar,
tapi dengan dosa besar itulah, dia bertobat, dia gigih merubah diri, dan
akhirnya bisa melesat, melebihi kita. Jangan percaya kepada orang tukang ghibah,
karena orang itu tidak takut kepada Allah. Andaikata wartawan, penulis berita,
reporter benar-benar membawakan berita yang bersih, jujur, dengan data, fakta,
suatu saat media yang eksis di Indonesia, adalah media yang beritanya
jujur.
Saudarku, kalau orang sudah banyak bicara kejelekan orang lain,
yang pertama adalah jangan mudah percaya kepada yang bersangkutan. Sehingga
ghibah itu sangat berbahaya dan dapat diatasi dengan kepribadian yang
betul-betul bijaksana, akhlaknya mulia, niatnya baik, caranya benar. Itulah
cerminan orang yang pandai menjaga lisannya. Wallahu'alam.
Sumber : manajemenqolbu.com