Sama-sama muda, keduanya bertalenta. Kesemuanya merupakan bingkai
yang merangkum beribu pesona yang unik dan menawan. Lah, tapi yang satu
lahir di komik Marvel, yang satu lagi lahir di madrasah peradaban Nabi
Muhammad. Yang satu muncul tiba-tiba dan langsung menyeruak media,
ditiru banyak penggemar dan muda-mudi dalam menjalani laku hidup, yang
satu kini namanya ‘diredupkan’ sejarah yang kian hari kian terbalik.
Kejam nian.
Spider-Man dan Usamah bin Zaid. Kesemuanya memiliki
prestasi dan cakupan popularitas yang besar. Keduanya sama-sama
berkiprah dalam jagat kepahlawanan, heroes, bravery, dan keduanya ada sebagai produk sebuah misi. Ya, misi yang berlawanan.
Dan (anehnya) dia menjadi pahlawan
Perkenalkan,
yang satu ini wajahnya hitam, badannya kekar dan ia bukan apa-apa
sebelumnya. Pemuda yang terus belajar dan mencintai Cintanya Sang Maha
Cinta. Ia bukan anak saudagar, tapi sebuah risalah telah datang dan
mengubah segalanya tentang Arab, termasuk dirinya. Masa kecilnya telah
diasuh oleh Seorang Guru Peradaban, karakter, jiwa, perangai, hingga
taktik dan keberanian telah dikecapnya, bersama Ayah yang juga
kesayangan nabi. Hingga, usia 17 tahun hidupnya, mempertemukannya dengan
takdir kepahlawanan yang spektakuler ; memimpin balatentara terbaik
melawan Imperium terbesar saat itu, Romawi.
Dan (jelaslah) dia menjadi pahlawan. Pahlawan sungguhan.
Namun
bukan dunia jika tidak penuh tipu daya. Bandingkan, Spider-Man yang
pahlawan fiktif itu menjadi poster dan cover-cover majalah, merembes
menjadi ikon kepahlawanan bagi anak-anak Gambarnya dipasang di
wallpaper computer, topengnya dijual di pasar-pasar, dari Ujung Spanyol
sampai papua Nugini. Seorang tokoh fiktif yang kemudian lahir tiba-tiba,
dan langsung terkenal, membawa sebuah misi; Mind Control, menjadi
mindset ikon kepahlawanan.
Hingga terurai dalam sebuah riset, 75%
anak-anak kecil menyatakan pertama kali melihat adegan perzinaan, adalah
ketika mereka menyaksikan film Spider-Man. Memang benar ia Pahlawan,
pahlawan bagi Mafia Pengeksploitasi moral.
Spider-Man adalah produk Perang Pemikiran.
Mengenaskan.
Dan,
disudut yang lain. Nama Sang pahlawan muda yang begitu populer di
kalangan langit itu terkubur di pentas ikon kepahlawanan. Bahkan kita
sendiri kadang-kadang tak tahu siapa Usamah bin Zaid. Ikon Superhero
muda yang menggelora itu ditenggelamkan pasar dan kepentingan bisnis
yang mementingkan untung, hingga generasi ini lebih peka mendengar
Spider-Man, Power Ranger dan kawan-kawannya ketimbang Superhero Usamah
bin Zaid, Muzhaffar Quthuz, Khalid bin Walid, atau Muhammad Al-Fatih.
Padahal Usamah bin Zaid adalah cetakan generasi emas Islam.
Ini
bukan sebuah permainan semata. Spider-Man, menurut saya adalah salah
satu sampel dari sekian ratus ikon bohong yang digunakan untuk
menelikung orientasi generasi. Wah wah, nampaknya terkesan dalam sekali
ya? Ya, memang benar kan? Keteladanan memegang faktor utama dalam
membentuk karakter individu. Jika apa yang dilakukan legenda-legenda
fiktif itu dilihat, diperhatikan, diamalkan, wah.. sudah jadi generasi
ompong namanya. Berkhayal tiada batas, sementara peradaban terus
berlari.
Alhamdulillah, setelah sekian lama generasi ini ditantang
tontonan superhero khayalan, suatu kali saya menjumpai anak-anak kecil
di pusat kota, sedang bermain perang-perangan. Yang satu berteriak
“Aku jadi Nabi sulaiman!”
“Aku pokoknya jadi Shalahuddin!”
“Ah, jangan… itu aku….!”
Ayah dan Ibu mereka tertawa renyah. Mensyukuri.
Anak-anak
TK itu bermain pedang-pedangan, seru sekali nampaknya. Alhamdulillah.
Saya bukan bersyukur karena mereka main perang-perangan, melainkan
tingkah polos mereka yang sudah terpatri deretan nama-nama Agung, mereka
telah disuapi hikayat dan cerita kepahlawanan yang agung nan semerbak
wanginya….. yang kelak akan mereka teladani, hingga mereka lahir kembali
sebagai penerus keemasan pendahulunya.
Antara Spider-Man dan
Usamah bin Zaid. Keduanya terkenal. Yang satu terkenal di penjuru media
karena film dan komik-komik, yang satunya berbeda, ia terkenal di
penjuru langit karena keshalihan dan keluhuran budi pakertinya.
Antara
Spider-Man dan Usamah bin Zaid, Keduanya hebat, yang satu hebat
bohongan yang dijadikan proyek uang bagi Bisnisman tak bertanggung
jawab, hebat main sarang laba-laba dan pandai main ayunan di
dinding-dinding kota. Yang satunya hebat, baru 17 tahun sudah memboyong
kemenangan spektakuler memukul Mundur Romawi di masa-masa tenarnya.
Hebat Karena ditunjuk menahkodai Sahabat Senior, Umar bin Khottob,
Abdurrahman bin Auf dan sahabat superhero lain juga.
Antara
Spider-Man dan Usamah bin Zaid. Keduanya membawa misi yang berlawanan.
Yang satu hanya tokoh fiktif namun menjerumuskan orientasi sebuah
generasi. Yang satunya membawa misi kemanusiaan, mengantarkan manusia
dari penghambaan pada manusia menuju pada penghambaan pada Tuhannya
Manusia, misi cerdas yang unik dan menawan.
Antara Spider-Man dan
Usamah bin Zaid, keduanya superhero, entah di alam nyata atau hanya
fiktif belaka. Dan keduanya adalah perlambangan perang yang takkan
pernah usai, antara kebenaran dan kebatilan. Anak-anak yang bermain
perang-perangan dengan menyebut deretan nama Kamen Raider dan Power
Ranger tentu sangatlah berbeda dengan mereka yang sudah hafal nama Ahmad
Yassin, Yahya Ayyash, Imad Aqil dan memerankannya dalam petak umpet
intifadhah mereka.
Kini dunia menunggu, apakah akan lahir generasi
baru yang terinspirasi Superhero gadungan yang berwarna-warni, ataukah
dunia akan terperangah dengan kelahiran kembali generasi emas itu,
generasi yang terinspirasi dari laku bijak dan luhur pendahulunya, yang
mengecap jejak-jejak yang telah ditempuh leluhur besar mereka, para
manusia yang berdiri tegak mengumpulkan kerikil dan serakan hikmah
menjadi bangunan kokoh bernama peradaban. Peradaban sungguhan tentunya.