Di dalam kantung tumbuhan “kantong-semar“ Nepenthes bicalcarata
yang hidup di sebelah India Timur, hiduplah koloni semut. Tumbuhan ini
bentuknya seperti teko dan memangsa serangga yang menghinggapinya.
Meskipun demikian, semut bebas bergerak dan mengambil sisa-sisa serangga
dan bahan makanan lainnya dari tumbuhan ini.
Kerja sama ini menguntungkan kedua belah pihak, semut dan tumbuhan. Meski semut mungkin saja dimakan Nepenthes,
mereka dapat membangun sarang pada tumbuhan ini. Sang tumbuhan juga
menyisakan jaringan tertentu dan sisa-sisa serangga untuk semut. Dan
sebagai balasannya, semut melindungi tumbuhan dari musuhnya.
Pada gambar,
kita dapat melihat tumbuhan kantong semar sebagai “perangkap serangga”.
Namun, serangga-serangga tertentu lolos dari jebakan tumbuhan kantong
semar. Misalnya, semut dapat hidup berdampingan dengan kantong semar.
Secara ajaib, tumbuhan ini tidak mempedulikan keberadaan semut.
|
Begitulah contoh hubungan kehidupan antara tumbuhan dan
semut. Bentuk anatomi dan fisiologi semut dan tumbuhan inangnya telah
dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan hubungan timbal balik antara
keduanya. Meskipun para pembela teori evolusi menyatakan bahwa hubungan
antarjenis makhluk hidup ini berkembang secara berangsur-angsur selama
jutaan tahun, tetapi tentu saja pernyataan yang mengatakan bahwa dua
makhluk yang tidak memiliki kecerdasan ini dapat sepakat merencanakan
suatu sistem yang menguntungkan kedua belah pihak tidaklah masuk akal.
Lalu, apa yang menyebabkan semut hidup pada tumbuhan?
Semut cenderung tinggal pada tumbuhan karena adanya
cairan bernama "nektar tersisa" yang dikeluarkan tumbuhan. Cairan nektar
ini merupakan daya tarik bagi semut untuk mendatangi tumbuhan. Banyak
spesies tumbuhan yang terbukti mengeluarkan cairan ini pada waktu-waktu
tertentu. Misalnya, pohon ceri hitam menghasilkan cairan ini hanya tiga
minggu dalam setahun. Tentu pengeluaran cairan pada waktu ini bukan
kebetulan karena waktu tiga minggu ini bertepatan dengan satu-satunya
waktu sejenis ulat menyerang pohon ceri hitam. Semut yang tertarik pada
nektar dapat membunuh ulat ini serta melindungi tumbuhan.
Hanya dengan menggunakan akal sehat, kita dapat melihat
bahwa hal ini adalah bukti hasil penciptaan. Akal sehat tidak mungkin
bisa menerima bahwa pohon ini dapat memperhitungkan kapan bahaya akan
menyerang lalu memutuskan bahwa cara terbaik untuk melindungi dirinya
adalah dengan cara menarik perhatian semut serta mengubah struktur
kimianya. Pohon ceri tidak punya otak. Oleh karena itu, ia tidak dapat
berpikir, memperhitungkan, maupun mengubah campuran kimianya. Bila kita
menganggap bahwa cara cerdas ini adalah sifat yang diperoleh dari suatu
kebetulan, yaitu dasar berpikir evolusi, tentu ini tidaklah masuk akal.
Jelas sekali bahwa pohon ini telah melakukan sesuatu yang didasarkan
pada kecerdasan dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, satu-satunya kesimpulan yang dapat
kita tarik adalah bahwa sifat tumbuhan ini telah terbentuk karena adanya
sebuah Kehendak yang telah menciptakannya. Bila kita merujuk pada
segala bentuk pengaturan yang dibuat-Nya, jelas sekali bahwa Dia tidak
hanya berkuasa atas pohon, tetapi juga atas semut dan ulat. Jika
penelitian dilakukan lebih jauh lagi, tentunya dapat diketahui bahwa Dia
berkuasa atas semesta alam dan telah mengatur setiap bagian alam secara
terpisah namun serasi dan selaras, sehingga membentuk sebuah rangkaian
sempurna yang kita kenal sebagai "keseimbangan ekologi". Bila kita
berpikir lebih jauh dan meneliti bidang-bidang lain, seperti geologi dan
astronomi, kita akan sampai pada gambaran yang serupa. Ke mana pun kita
melangkah, kita akan menyaksikan berjuta sistem yang berfungsi dengan
selaras dan teratur sempurna. Semua sistem ini menunjukkan keberadaan
Sang Pengatur. Meskipun demikian, tidak satu pun unsur pembentuk alam
ini yang mampu berfungsi sebagai Sang Pengatur itu. Oleh karena itu sang
pengatur haruslah Dia Yang Maha Tahu dan Mahakuasa atas alam semesta.
Al Quran menggambarkan Sang Penguasa sebagai berikut: