Sebagai hewan yang sudah ditetapkan haram hukumnya secara hukum Agama
Islam, babi dengan berbagai macam anggota badannya seperti daging,
kulit, enzim lemak dan sebagainya ternyata digunakan di berbagai produk
di sekitar kita. Unsur-unsur yang diambil dari babi tersebut tidak hanya
digunakan di negara-negara non-muslim seperti Korea Selatan di mana
saya tinggal namun juga beberapa kali pernah menjadi isu menggemparkan
di Indonesia karena adanya kandungan babi pada makanan. Mungkin
teman-teman ingat kisruh di negara kita mengenai cangkang kapsul obat
yang mengandung gelatin babi terjadi sejak tahun 2008 lalu bahkan ada
indikasi gelatin babi tersebut juga terdapat pada beberapa merek kapsul
herbal habatussauda namun pada sekitar tahun 2012 ada beberapa merek
habatussauda yang cangkang kapsulnya sudah mendapat sertifikat halal
dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kami
yang tinggal di Korea Selatan sangat familiar dengan keberadaan unsur
dari babi di dalam kehidupan kami sehari-hari. Untung saja, produsen
makan di sini betul-betul transparan menampilkan apa saja komposisi yang
terdapat pada produk mereka. Selain digunakan pada pakaian maupun
obat-obatan, unsur yang terkandung pada babi banyak sekali digunakan
pada makanan, kosmetik dan sebagainya mulai dari bentuk yang sangat
jelas seperti kulitnya yang digunakan untuk sandal, sepatu dan ikat
pinggang; dagingnya yang digunakan untuk makanan langsung atau dalam
bentuk sosis; sampai kepada aplikasi untuk minyak dari lemak babi,
pembungkus obat dari gelatin babi dan penyedap masakan. Setiap kali
berbelanja di toko, kami yang tinggal di Korea harus teliti membaca
komposisi produk makanan sebelum kami beli. Sebagai contoh produk yang
sangat sering kami temukan mengandung unsur babi seperti permen yang
empuk digigit, cokelat, bumbu mie instan, selai, yoghurt, susu sampai
berbagai macam roti. Sekali lagi kami sampaikan bahwa yang terkandung di
produk-produk tersebut bukan hanya dalam bentuk daging melainkan dalam
bentuk lain, misalnya enzim dari babi yang digunakan dalam bentuk
pengemulsi roti supaya lebih mengembang.
Celakanya banyak produk
tersebut yang impor dari Korea kemudian dipasarkan di Indonesia. Entah
tidak tahu atau sengaja, sebagian importir menerjemahkan istilah daging
babi (돼지 고기; dweji-gogi) dengan istilah daging sapi (beef) sebagaimana
diceritakan oleh teman alumni mahasiswa di Korea yang saat ini sudah
pulang ke Indonesia dan menemukan kasus tersebut terdapat pada mie
instan asal Korea yang bisa dikenal ramen/ramyon. Meskipun CV Tristar
Sukses, salah satu perusahaan pengimpor mie dari Korea mengatakan bahwa
pabrik yang memproduksi mie tersebut tidak menggunakan minyak babi,
namun sebagaimana kami sampaikan bahwa babi tidak hanya dimanfaatkan
dari unsurnya saja melainkan ada banyak unsur yang dinamakan dengan
istilah berbeda-beda dalam bahasa Korea. Di samping mie instan, produk
Korea lainnya yang juga terindikasi mengandung unsur dari babi namun
beredar di Indonesia adalah kosmetik.
Mengapa banyak produk yang
mengandung babi? Babi banyak dimanfaatkan di berbagai produk bukan
karena tidak ada unsur pengganti dari hewan lain atau tumbuhan tetapi
karena mayoritas objek penelitian yang dilakukan terfokus pada babi
sehingga tidak aneh kalau pada akhirnya banyak hasil penelitian yang
mempublikasikan mengenai manfaat babi bagi kehidupan manusia. Contoh
produk hasil dari pemrosesan babi yaitu pada gambar di bawah. Teringat
ketika kami sedang mengadakan pengajian mahasiswa di Yuseong, salah satu
kecamatan di kota Daejeon, Korea Selatan. Seorang teman yang sedang
menempuh studi S3 di Departemen Animal Science di Chungnam
National University menginformasikan bahwa ada teman di laboratoriumnya
yang berhasil menemukan enzim dari sapi yang bisa menggantikan enzim
yang biasanya diambil dari babi untuk mengolah makanan. Namun sang
professor menolak untuk mempublikasikan hasil riset tersebut dengan
alasan tidak sesuai dengan interest (minat) di lab mereka.
Banyaknya
peredaran unsur-unsur dari babi di sekitar kita karena sedikitnya
peneliti yang melakukan eksperimen terhadap manfaat dari hewan selain
babi. Hal ini terjadi karena mayoritas negara yang memiliki banyak
proyek penelitian adalah dari negara non-muslim yang mana mereka tidak
ada masalah dengan pemanfaatan babi, berbeda halnya dengan kita sebagai
Muslim yang dengan tegas diperintahkan untuk menjauhinya. Tentu hal ini
menjadi tantangan tersendiri bagi kita khususnya. Mari kita membangun
semangat untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui koridor
yang telah ditetapkan oleh agama, yaitu syariat Islam. Contohnya, mereka
yang tertarik untuk mempelajari bidang Biologi khususnya di bidang
aplikasi hewan untuk makanan atau produk lainnya, maka berusahalah untuk
mencari alternatif tumbuhan atau hewan selain babi sehingga hasil
penelitian yang dihasilkan bisa membawa kita keluar dari ketergantungan
terhadap unsur-unsur yang terdapat pada babi. Ada sangat banyak peluang
untuk melakukan hal itu asalkan memang kita bersungguh-sungguh
mempelajarinya. Semoga tulisan yang singkat ini bisa menggugah para
guru, siswa, orang tua dan seluruh masyarakat sehingga semakin banyak
peminat dibidang ini.