Pakaiannya compang-camping, lusuh, kusam. Ia
berjalan dengan bantuan tongkat dan berpura-pura pincang. Rambut dan
jenggotnya dibuat semrawut. Dengan tampang meyakinkan, tak akan ada
seorang pun yang tahu bahwa ia adalah pengemis palsu. Benar, tak ada
satu pun warga yang menguak identitas aslinya. Ia merupakan seorang
ulama dari Andalusia (saat ini Spanyol dan negara sekitar), Imam Baqi
bin Mikhlad.
Saat itu ia ingin sekali belajar pada salah satu imam
empat, Imam Ahmad. Ia pun berangkat dari Eropa, menyeberangi Laut
Tengah menuju Afrika, kemudian melanjutkan perjalanan panjang ke
Baghdad, Irak, tempat tinggal Imam Ahmad. Tanpa kendaraan, Baqi yang
saat itu masih berstatus penuntut ilmu menempuh perjalanan panjang
dengan berjalan kaki. Hanya satu tujuannya, berguru pada sang imam.
****
Kendati demikian, Baqi tetap mencari rumah Imam Ahmad. Tekadnya untuk berguru telah bulat. Ia pun melangkahkan kaki ke rumah sang imam. Saat mengetuk pintu, ternyata Imam Ahmad lah yang membukakannya. “Wahai Abu Abdullah, saya seorang yang datang dari jauh, pencari hadits dan penulis sunah. Saya datang ke sini pun untuk melakukan itu,” ujar Baqi antusias.
Kendati demikian, Baqi tetap mencari rumah Imam Ahmad. Tekadnya untuk berguru telah bulat. Ia pun melangkahkan kaki ke rumah sang imam. Saat mengetuk pintu, ternyata Imam Ahmad lah yang membukakannya. “Wahai Abu Abdullah, saya seorang yang datang dari jauh, pencari hadits dan penulis sunah. Saya datang ke sini pun untuk melakukan itu,” ujar Baqi antusias.
“Anda dari mana?” tanya Imam Ahmad.
“Dari Maghrib al-Aqsa,” jawab Baaqi.
Imam Ahmad pun menebak, “Dari Afrika?”
“Lebih jauh dari Afrika. Untuk menuju Afrika saya melewati laut dari negeri saya,” jawab Baqi.
Imam
pun kaget mendengarnya, “Negeri asalmu begitu jauh. Aku sangat senang
jika dapat memenuhi keinginanmu dan mengajar apa yang kamu inginkan.
Akan tetapi, saat ini saya tengah difitnah dan dilarang mengajar,” jawab
Imam Ahmad.
****
Tak putus asa mendengarnya, Keinginan Baqi untuk berguru pada Imam Ahmad tak mampu dibendung. Ia pun menawarkan berpura-pura menjadi pengemis. “Saya tahu Anda tengah difitnah dan dilarang mengajar wahai Abu Abdillah, akan tetapi tak ada yang mengenal saya di sini, saya sangat asing di tempat ini. Jika Anda mengizinkan, saya akan mendatangi rumah Anda setiap hari dengan mengenakan pakaian pengemis. Saya akan berpura-pura meminta sedekah dan bantuan Anda setiap hari. Maka wahai Abu Abdillah, masukkanlah saya ke rumah dan berilah saya pengajaran meski hanya satu hadits,” pinta Baqi berbinar.
Melihat
tekadnya yang begitu bulat dan amat giat menuntut ilmu, Imam Ahmad pun
menyanggupi. Namun, ia meminta syarat agar Baqi tak mendatangi tempat
kajian hadits ulama selain Imam Ahmad. Hal tersebut dimaksudkan agar
Baqi tak dikenal sebagai penuntut ilmu. Statusnya sebagai penuntut ilmu
sementara dirahasiakan.
Mendengar kesanggupan sang Imam, Baqi pun
begitu bahagia. Ia segera menyanggupi persyaratan itu. Hati Baqi saat
itu benar-benar dipenuhi bunga-bunga mekar nan indah. Keesokan hari,
Baqi pun mulai ‘beraksi’. Ia mengambil sebuah tongkat, membalut kepala
dengan kain, dan pernak-pernik pengemis lain. Sementara itu, sebuah buku
dan alat tulis berada di balik baju samarannya itu.
Ketika
berada di depan pintu Imam Ahmad, Baqi dengan nada memelas akan berkata,
“Bersedekahlah kepada orang miskin agar mendapat balasan pahala dari
Allah,” ujarnya. Jika mendengarnya, Imam Ahmad segera membukakan pintu
dan memasukkan Baqi ke dalam rumahnya. Di dalam rumah, di mulailah
proses pengajaran ilmu yang amat diberkahi Allah itu. Demikian aktivitas
itu dilakukan setiap hari oleh Baqi dan sang guru. Dari proses belajar
diam-diam itu, Baqi mampu mengumpulkan 300 hadits dari Imam Ahmad.
****
Hingga kemudian jabatan kekhalifahan berganti. Seorang Suni yang faqih beragama, al-Mutawakkil, naik menjabat sebagai khalifah. Sejak itu, sunah pun dibumikan kembali, bid’ah peninggalan khalifah sebelumnya segera dihapuskan. Imam Ahmad pun kembali menjadi ulama Muslimin. Kajiannya dibuka, para penuntut ilmu berbondong-bondong datang.
Sejak
itu, kedudukan Imam Ahmad makin tinggi dan terkenal. Jumlah muridnya
sangat banyak. Jika ia membuka majelis kemudian melihat Baqi, maka Imam
Ahmad segera memanggil Baqi dengan gembira. Imam Ahmad akan meminta Baqi
untuk duduk di samping beliau. “Inilah orang yang benar-benar
menyandang gelar penuntut ilmu,” ujar Imam Ahmad kepada para muridnya.
Sang Imam pun mengisahkan pengalaman Baqi yang menyamar menjadi pengemis
demi mendengar satu hadits. Baqi pun kemudian menjadi murid terdekat
Imam Ahmad. Ia di kemudian hari menjadi ulama terkenal dari kawasan
Andalusia.
Kisah tersebut nyata terjadi dan ditulis dalam biografi
Imam Baqi bin Miklad al-Andalusi. Dari kisah tersebut, tampak jelas
kegigihan beliau dalam menuntut ilmu. Kegigihan inilah yang patut
dicontoh Muslimin, terutama para pemuda. Apalagi menuntut ilmu dalam
Islam itu hukumnya wajib. Rasulullah juga pernah bersabda, “Barang siapa
berjalan dalam rangka menuntut ilmu maka akan dimudahkan jalannya
menuju surga.” (HR. Muslim).