Laman

Sabtu, 07 April 2012

Petani, Imam, dan Bulu Ayam



Ini adalah kisah lama yang selalu menyentuh hati ketika kita menyadari maknanya bahwa diri ini harus terus mengingat-Nya dalam berpikir, bersikap, maupun berbicara. Sisterku, Nurr, dalam sebuah milist “islam internasional” memulai dengan nasehat dari Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, "Membuang-buang waktu adalah Lebih buruk dari Kematian! Karena Kematian memisahkan kamu dari dunia ini, sedangkan membuang-buang waktu (menyia-nyiakan waktu) telah memisahkan kamu dari Allah”, naudzubillahi minzaliik…
Ada kisah dari sebuah negeri tentang Abdul, seorang petani yang pernah tanpa pikir panjang menyebarkan cerita gossipalias memfitnah temannya. Tapi kemudian rumor itu memang tidak benar dan Abdul berharap dapat menebus kesalahannya untuk menyembuhkan “luka panas hati akibat api yang telah dioleskan pada reputasi temannya tersebut”.
Ia mencari nasehat dari seorang Imam, seorang yang religius, terhormat dan bijaksana di kampung itu, Imam pun mendengarkan penyesalan Abdul dengan seksama.
Imam yang sholeh itu berkata, "Sekarang kalau kamu benar-benar telah menyesali perbuatanmu, pergilah menuju rumah temanmu, dengan membawa sekantung bulu ayam dari kandang belakang itu, sepanjang jalan sampai ujung kampung kita, kamu harus letakkan satu bulu ayam di depan pintu rumah setiap keluarga, bersegeralah, silakan minta maaf dengan temanmu, lalu pulanglah ke rumah, dan esok pagi datang lagi kemari.”
Abdul amat gembira, alangkah mudahnya “penebusan dosa ini”, pikirnya. Ia segera ke kandang belakang dan mengumpulkan bulu ayam ke dalam satu kantong besar, lalu ia kerjakan saran dari Imam, lega hatinya ketika tiba di rumah.
"Belum," kata Imam tua tegas, pagi itu Abdul sudah berada di rumah Imam kembali, ia terkejut! "Ambillah kantong kamu sekali lagi dan kamu harus mengumpulkan bulu-bulu yang semalam sudah ditempatkan di setiap pintu.", Abdul terbengong-bengong dan badannya lemas, lunglai, mustahil, impossible, bisik hatinya.
Abdul segera berlari menuju rumah terdekat, dan mencari bulu-bulu ayam itu, ia ingin menebus kesalahan, ia takut akan adzab-Nya. Tapi bulu ayam yang jumlahnya ratusan helai itu telah lenyap, hilang semua karena diterbangkan angin!
Brother Michelle Al-Nasr dalam sebuah ceramah singkat pernah mengingatkan bahwa bergunjing bukanlah tabiat seorang muslim yang baik. Jika sudah menjadi penggosip atau bahkan “pemoles berita gossip”, maka seolah telah menyapu bersih timbangan amal baik yang pernah dilakukan. Berita bohong harus ditutupi terus-menerus dengan kebohongan lainnya, naudzubillahi minzaliik.
Bersikaplah realistis, teman-teman, orang-orang yang hobi mengarang berita, dan atau menebarkan kebohongan atau fitnah, dan selanjutnya menjadi puas atau lega dengan “hasil penebaran gossip” itu, merupakan salah satu penyakit hati dan penyakit kejiwaan, bahwa ada dua hal penting sebagai kebutuhan utama bagi penderita penyakit ‘tukang gossip’ ini, yaitu : 1. Kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang (mungkin hubungan keluarga dan relasi atau pertemanannya kurang baik), 2. Kebutuhan akan penampilan terhebat atau dipandang paling menarik dalam kehidupannya oleh orang lain, jadi mereka menebar hal buruk tentang teman atau saingan guna menyakiti orang lain sehingga sisi berita bagus tentang dirinyalah yang mencuat.
Namun bagi sosok yang sudah memahami arti tabayyun,justru kelompok penggosip dipandang sebagai manusia hina---yang ingin memiliki ‘harga diri’ dengan cara menjatuhkan harga diri orang lain. Apabila kita telah mengetahui suatu berita yang benar maupun yang tak benar, apalagi hal itu bisa memperburuk keadaan, hendaknya dapat bertindak, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpesan, "Barang siapa dari kalian melihat suatu tindakan jahat, biarlah dia mengubahnya dengan tangannya, dan jika ia tidak mampu melakukannya, maka dengan lidahnya, dan jika ia tidak mampu melakukannya, maka dengan hatinya, dan inilah yang paling lemah iman." (HR. Muslim) Mungkin sebagian besar diri kita memang masih tergolong ‘yang paling lemah iman’, kita hanya mampu membenci kejahatan tersebut, dan tak kuasa mengubah dengan lidah atau tangan. Semoga Allah ta’ala melimpahkan kekuatan bagi kita agar tidak melulu berada dalam kelemahan iman ini. Aamin.
“Tatkala kalian sedang duduk atau berkumpul dengan teman-teman, kemudian salah satunya atau teman-temanmu bergosip atau malah memoles berita prasangka, katakanlah sesuatu hal untuk mengubah topik pembicaraan. Berbeda dengan membahas permasalahan untuk mencari solusi terbaik, biang gossip biasanya tak ada ujung pembicaraan, memanaskan kalimat agar tambah panas suasana gossip, dan itu makin berbahaya. Ketika kalian tidak bisa mengubah situasi para penggosip dan penebar fitnah itu, segeralah bangkit dan pergilah dari area itu. Jangan menjadi salah satu dari mereka, yang artinya ikut menyakiti orang yang digosipkan.
Sesungguhnya para penebar fitnah berada dalam alasan kejiwaan : mereka membenci kekurangan diri sendiri dan menyerang orang lain agar kekurangan mereka tertutupi, menyakiti perasaan orang lain membuat hati mereka terpuaskan.”, pesan brother dan sister tersebut.
Jika kalian berada dalam kategori sebagai penggosip, cobalah sekarang berwudhu, lalu bercerminlah, tanyakan kepada diri sendiri, “Kenapa Saya ingin menebarkan berita bohong dan menyakiti orang lain?”, lalu koreksilah pertemananmu, tersenyumlah dan pandangi rupamu, seraya berdo’a, “Segala puji bagi Allah ya Rabbku sebagaimana Engkau telah memperindah bentuk rupaku, maka baguskanlah akhlaq diriku”, carilah teman-teman yang baik, yang doyan mencari ilmu-Nya, hindarkan diri agar tak terlibat dengan para tukang gossip. Hanya kemauan yang kuat diri sendiri yang dapat mengubah hal itu.
Tatkala berita gossip dan fitnah sampai kepadamu ketika sedang mencoba memperbaiki diri, tak usah tergoda, stop-kan berita itu cukup simpan dalam hati, pembicaraan akan terputus ketika kamu mengakhiri mata rantai gossip itu. Bagaimana jika kamu-lah yang telah memulai bergosip? Akhirilah saudaraku, cegahlah kerusakan hubungan yang lebih besar dengan cara meluruskan berita tersebut, berusaha maksimal sebagai bentuk penyesalan sejati seperti Abdul sang petani, dia sekarang sudah mengerti bahwa menebar fitnah amat berbahaya, lebih keji dari pada pembunuhan secara langsung, karena dengan fitnah yang menjatuhkan reputasi si teman, maka bisa saja sang teman mati perlahan dalam derita luka hatinya atau orang lain yang jadi korban kebencian, pembunuhan, dan seterusnya hingga meracuni generasi anak cucu. Ya Allah, jauhkanlah kami dari hal yang demikian, aamiin…
Cambuk motivasi kita dalam ayat-Nya, "Tidak ada suatu kata pun yang diucapkannya, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (untuk merekam itu)." (QS. Qaaf[50]:18) 
Wallohu’alam bis-Showab.