Laman

Kamis, 05 April 2012

Mari Membiasakan Diri tidak Mengeluh



Apa yang terjadi pada Anda tidak penting. Yang penting adalah apa yang Anda lakukan terhadap apa yang terjadi pada Anda.” (DR. Robert Schuler)
Hidup adalah proses panjang melelahkan yang penuh coba dan goda, seperti dunia yang bagaikan penjara bagi mereka yang bertaqwa. Karena bagi pencari keridhaan Yang Esa, kalaupun dia hartawan atau hanya sabar dan syukurlah perhiasan yang dia punya. Tidaklah semua itu berharga, melainkan hanya cicipan ala kadarnya dari surga yang kenikmatannya abadi tiada tara.
Dalam The Way To Win karya Solikhin Abu Izzuddin dikisahkan, pada suatu hari sebagai qadhi-semacam hakim agung tingkat nasional- ia berkendara keledai yang bagus (Mitshubishi kuda kalau sekarang). Pakaiannya bagus, performanya meyakinkan. Saat melintas di sebuah pasar tiba-tiba seorang Yahudi pedagang minyak menghadang. Memegang tali keledai sang Imam seraya berkata, “Ya Syaikhul Islam, Anda menyatakan bahwa Nabimu bersabda, ‘dunia itu penjara orang beriman dan surganya orang kafir’. Dengan penampilan Anda yang seperti ini, Anda dipenjara seperti apa? Dan dengan keadaan saya yang seperti ini, saya berada di surga seperti apa?
Ibnu Hajar menjawab, “Dengan kondisi seperti ini, saya dibanding dengan nikmat yang Allah janjikan di akhirat, seolah dalam penjara. Engkau dengan kondisi seperti itu, dibandingkan dengan siksa yang Allah ancamkan di akhirat nanti, sekarang berada di dalam surga.
Luar biasa! Mendengar jawaban tersebut, Yahudi spontan masuk Islam. Sehebat apapun orang mukmin di dunia, ia masih berada dalam “penjara keterbatasan”. Segembel apapun orang kafir, mereka masih di surga, sebab masih ada neraka menyala menanti mereka.
Inilah ketetapan Allah Azza wa Jalla, bahwa sebenarnya bagi orang-orang beriman telah tersedia surga yang kekal selamanya. Asalkan mau berusaha, bersabar lalu berdoa memasrahkan segala daya yang telah terupaya pada-Nya Yang Kuasa. Maka tidaklah pantas mengeluhkan kehendak-Nya yang terjadi pada kita, karena sebenarnya;

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (TQS. Al-Hadid: 22)
Manusia memang diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, tapi itu bagi mereka yang tak mau berfikir. Bahwa jika seseorang dihadapkan pada suatu masalah, sebenarnya dia sedang diberikan kesempatan untuk bisa ditempatkan-Nya pada posisi yang lebih baik dari sebelumnya.
Namun jika kita mengeluh, sama saja telah menyangsikan kekuasaan Allah. Karena secara tidak langsung hal itu menandakan buruknya persangkaan kita pada Allah, sementara Allah mengikuti persangkaan hamba-Nya. Padahal;
“Sesungguhnya jika Allah akan mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberikan ujian kepada mereka. Barang siapa yang bersabar, maka kesabaran itu bermanfaat baginya. Dan barang siapa marah (tidak sabar) maka kemarahan itu akan kembali padanya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, Ibnu Muflih berkata, “Isnad hadits ini baik”)
Maka sebenarnya bila kita mampu mengurangi kebiasaan mengeluh atau tidak mengeluh sama sekali dan berusaha berbaik sangka pada-Nya, hal itu akan menjadi penyumbang bagi kebaikan kehendak-Nya pada kita.
Oleh karena itu, marilah kita membiasakan diri untuk tidak mengeluhkan masalah (Apa yang terjadi pada Anda tidak penting). Tapi mari kita berfikir cerdas dan berusaha ikhlas mencari solusi secara tuntas (Yang penting adalah apa yang Anda lakukan terhadap apa yang terjadi pada Anda). Penulis pun terus belajar untuk hal ini.
Syukuri apa yang ada
hidup adalah anugerah
tetap jalani hidup ini
melakukan yang terbaik
Tuhan pasti kan menunjukkan
kebesaran dan kuasa-Nya
bagi hamba-Nya yang sabar
dan tak kenal putus asa
(D’Masiv – Jangan Menyerah)
…Kemudian apabila kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian…”    (TQS. An-Nisa: 59)