Laman

Jumat, 20 April 2012

Belajar dari Uhud



Dalam medan Badar yang fenomenal itu pasukan muslimin yang tak seberapa banyaknya mendapatkan kegemilangan. Yang dengan itu semangat kaum muslimin membuncah, pamor di mata bangsa Arab menjadi harum. Diawali dari rencana menghalangi kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa harta-harta Mekah. Tak disangka perang tumpah, sedangkan kaum muslimin dalam keadaan belum terlalu mapan. Namun Allah memberikan pertolongan teramat nyata, “… Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang turun berturut-turut” (QS. Al Anfal: 9). Sehingga ribuan pasukan musyrikin mampu dipukul telak.
Kemenangan yang tentu saja menyemangati para sahabat itu ternyata mempengaruhi gelora juang mereka. Sehingga ketika tiba saat perang Uhud, mereka menyampaikan kepada Rasulullah agar menyongsong musuh di luar Madinah. Para sahabat yang tidak ikut perang Badar, karena pada saat itu memang tidak diwajibkan, sangat antusias untuk berperang di luar Madinah. Meskipun Rasulullah sudah menyampaikan ta’wil mimpinya bahwa sebaiknya perang dilakukan di dalam Madinah.
Dengan berbekal semangat dan kepercayaan yang tinggi serta strategi yang matang dari Rasulullah. Perang Uhud kembali menjadi milik kaum muslimin, dan musuh-musuh Allah tak berdaya menghadapi pasukan muslimin dan tentu saja pertolonganNya. Namun bencana hadir ketika para pemanah jitu turun untuk ikut mengambil harta rampasan. Mereka dengan penuh percaya diri bahwa musuh sudah kalah. Padahal Rasulullah telah ingatkan jangan sampai para pemanah turun dalam keadaan apapun. Akhirnya pasukan musuh yang dipimpin Khalid bin Walid berhasil berbalik arah dan mengepung Rasulullah, dengan hanya tersisa 9 orang sahabat yang mendampingi. Nyaris saja Rasulullah terbunuh di sana. Kaum muslimin tunggang-langgang, sehingga musuh mampu menguasai keadaan dan pulang dengan bangga telah memukul kaum muslimin.
Dalam setiap penggalan sejarah pada masa awal kenabian selalu menyiratkan makna teramat gamblang bagi kita. Dalam perang Uhud semangat dan kepercayaan kaum muslimin sangat tinggi akibat kemenangan di Badar. Namun kita bisa lihat bagaimana pengakhiran dari semangat yang tak terjaga dengan keimanan hingga akhir itu.
Saat ini semangat menyelimuti amat terasa, seolah kemenangan benar-benar di ambang pintu esok. Tapi apakah kita dapat memastikan jiwa kita adalah jiwa yang selamat seperti halnya Thalhah bin Ubaidilah ketika ia bertahan menjaga Rasulullah di saat yang paling genting, hingga jari-jarinya terputus. Ataukah kita bersemangat dalam meraih kemenangan agar kita dapat kemudahan di kemudian hari.
Faktor yang menyebabkan para pemanah itu kemudian turun adalah bukan semata karena harta itu saja. Tapi karena jumawa, ketidaktaatan, sehingga itu semua menutupi keimanan dan ketika setan meniupkan angin maka hilanglah semua. Maka semangat kita dalam memenangkan dakwah ini haruslah berawal dari semangat yang bermuara padaNya. Bukan semangat karena merasa besar, bukan semangat karena kita sudah pasti menang, tapi semangat karena kita yakin Allah akan menunjuki kita kepada kemenangan dengan keikhlasan dan kemurnian asas.
Mari kita semangati perjuangan ini, dengan semurni ia yang telah termurniakan olehNya. Betapa saat ini kondisi kebatinan kita semua sedang dalam euforia. Tetap kita kondisikan ia dalam keadaan terbaik. Hampir pasti akan ada banyak sekali kekuatan yang akan merapuhkan kita. Terutama yang akan menghancurleburkan kekokohan barisan ini. Kita pastikan bahwa tak ada celah untuk menggoyahkannya, jika pun ada kita yakinkan bahwa ia akan kembali menjadi kokoh lebih kokoh dari sebelumnya.
Wallahu’alam.