Laman

Rabu, 02 November 2011

Belajar Menjadi Pimpinan, Mengapa Tidak ?

Hampir semua organisasi memiliki pemimpin. Dia bukan saja pemimpin secara formal, tetapi juga disegani sekaligus disegani. Apapun kata dia, semuanya sendika dhawuh, alias oke saja. Dia selalu mendapat dukungan semua pihak.

Persoalan timbul, manakala dia harus berpindah untuk memimpin satu tim baru, atau bahkan hengkang. Sementara, tak satupun kader yang disiapkannya. Akibatnya, anak buahnya kelabakan, bak anak ayam ditinggal induknya. Jika sudah begini, benarkah dia pemimpin idaman? “Tidak. Dia hanya memanipuilasi dan mengeksploitasi kesetiaan anak buahnya untuk dirinya sendiri,” ujar Tag Goulet, CEO Fabjob.com, sebuah situs karier dan penerbit e-books mengenai pekerjaan.
Pada prinsipnya, semua individu mampu menjadi pemimpin. Persoalannya hanyalah, “Apakah dia mau belajar atau tidak untuk menjadi pemimpin yang baik,” ujarnya.

Memang ada sebagian orang yang berkharisma dan berbakat menjadi pimpinan. Namun perilaku kepemimpinan, menurutnya, bisa diadopsi dan dipelajari.”Idealnya, semua karyawan menyiapkan dirinya sebagai pimpinan.”

Bagaimana menjadi pimpinan yang baik? Dalam artikel terbaru yang ditulisnya, Goulet menekankan kepada pentingnya motivasi dan kebersamaan tim. Menurutnya, seorang pemimpin adalah mentor dan model. “Dia harus memberikan banyak bimbingan kepada anak buahnya sekaligus menjadi contoh dan relawan,” ujarnya.

Menurutnya, pimpinan yang bijaksana juga mengetahui sukses hanya datang dari dukungan orang-orang yang mau mendukung visinya. Dwight D. Eisenhower, misalnya, mendefinisikan kepemimpinan sebagai mengajak beberapa orang untuk mengerjakan sesuatu yang ingin Anda kerjakan atas dasar keinginan mereka sendiri, bahwa mereka juga ingin mengerjakannya.

Berikut ini resep Goulet untuk menjadi pimpinan ideal:

Seorang pemimpin harus mampu mengkomunikasikan visinya dengan baik.
Secara alami, orang ingin mengikut pemimpin yang baik. Setelah pertemuan dengan pemimpin itu, bukan hal yang luar biasa jika kemudian mereka merasa terangkat, terinspirasi, dan termotivasi untuk bekerja bersama mencapai tujuan.

Jeli melihat mana karyawan yang bervisi dan tidak

Studi terbaru yang dilakukan oleh Beverly Kaye dan Sharon Jordan-Evans, penulis buku Love Em or Lose Em memberikan sejumlah sejumlah jawaban penting. Mereka menemukan bahwa pekerja yang berarti adalah yang mampu membuat perbedaan dan kontribusi. Umumnya, tiga alasan yang diberikan karyawan ketika ditanya mengapa mereka tetap tinggal di perusahaan itu adalah:perkembangan karier, belajar, dan pengembangan diri. Atau ada juga yang menambah dengan senang dengan pekerjaan yang penuh tantangan. Ketika pekerja mengemukakan alasan bahwa kerja keraslah yang terpenting, maka sesungguhnya dialah yang paling mempunyai komitmen dan biasanya lebih produktif. Maka, mestinya, dialah yang Anda dorong untuk menggantikan Anda suatu ketika.

Menjadi contoh yang baik.

Jika seorang pemimpin mampu menunjukkan kesungguhan dalam segala hal, maka hal tersebut merupakan inspirasi yang bagus untuk membangkitkan semangat bawahan, dalam kondisi yang tanpa harapan sekalipun. Tentu saja kesungguhan itu dilakukan sesuai garis visinya.
Lee Iacocca mendapati suatu situasi seperti ini ketika Chrysler’s terjerembab pada tahun 1980. Ia memotong sendiri gajinya untuk membukltikan bahwa pendiriannya terhadap suatu hal akan membuahkan hasil yang lebih baik. Dan dia benar. Di bawah kepemimpinannya, Chrysler kembali bersinar.

Selalu berpikir positif

Beberapa orang senantiasa mendapat inspirasi dari cerita orang lain. Terutama mengenai bagaimana seseorang menghadap berbagai situasi. Jika Anda memiliki tendensi sesuatu akan menjadi negatif, tetapi ingin menginspirasi orang lain,.fokus solusinya adalah hanya pada problem yang dihadapi. Jiika rencana A tidak berjalan, hindari meratapi situasi dan mulailah dengan  rencana B. Jika perlu, siapkan rencana C untuk jaga-jaga. Bangunlah sikap ‘Aku bisa!’ dan Anda akan menarik orang untuk bermotivasi mencapai tujuan Anda.

Berilah penghargaan

Di samping komunikasi mengenai visi efektif, pemimpin yang baik juga tahu mereka membutuhkan reward individual. Karena beda orang, beda pula motivasinya. Pemberian reward ini juga berfungsi sebagai motivasi. Misalnya dengan memberikan bonus tertentu jika sang bawahan mencapai hasil tertentu pula. Dengan sedikit menantang, katakan pada mereka bagaimana partisipasi mereka dapat membawa prestasi dan kesempatan yangh lebih baik.

Binalah kedekatan pribadi.

Membina kedekatan pribadi di sini bukanlah dalam konotasi negatif. Teknik cerdas yang selama ini banyak dilakukan oleh manajer sukses adalah dengan menggunakan pendekatan pribadi untuk mengkomunikasikan hal-hal penting. Misalnya, menggunakan nama panggilan masing-masing bawahannya. Jangan harapkan Anda akan mendapat dukungan anak buah Anda jika Anda sampai salah menyebut namanya. Pemimpin yang baik juga selalu mengenalkan bawahannya dengan nama depannya, bukan jabatannya. Di depan orang lain, ia menyebut mereka sebagai anggota timnya, atau koleganya, bukan sebagai bawahannya. Pemimpin yang bijak akan sangat tahu mana hal yang esensial dan bukan.n

Sumber:
 KORAN TEMPO 23 April 2001