Hampir semua organisasi memiliki pemimpin. Dia bukan saja pemimpin
secara formal, tetapi juga disegani sekaligus disegani. Apapun kata dia,
semuanya sendika dhawuh, alias oke saja. Dia selalu mendapat dukungan
semua pihak.
Persoalan timbul, manakala dia harus berpindah untuk memimpin satu tim
baru, atau bahkan hengkang. Sementara, tak satupun kader yang disiapkannya.
Akibatnya, anak buahnya kelabakan, bak anak ayam ditinggal induknya. Jika sudah
begini, benarkah dia pemimpin idaman? “Tidak. Dia hanya memanipuilasi dan
mengeksploitasi kesetiaan anak buahnya untuk dirinya sendiri,” ujar Tag Goulet,
CEO Fabjob.com, sebuah situs karier dan penerbit e-books mengenai pekerjaan.
Pada prinsipnya, semua individu mampu menjadi pemimpin. Persoalannya
hanyalah, “Apakah dia mau belajar atau tidak untuk menjadi pemimpin yang baik,”
ujarnya.
Memang ada sebagian orang yang berkharisma dan berbakat menjadi
pimpinan. Namun perilaku kepemimpinan, menurutnya, bisa diadopsi dan
dipelajari.”Idealnya, semua karyawan menyiapkan dirinya sebagai pimpinan.”
Bagaimana menjadi pimpinan yang baik?
Dalam artikel terbaru yang ditulisnya, Goulet menekankan kepada pentingnya
motivasi dan kebersamaan tim. Menurutnya, seorang pemimpin adalah mentor dan
model. “Dia harus memberikan banyak bimbingan kepada anak buahnya sekaligus
menjadi contoh dan relawan,” ujarnya.
Menurutnya, pimpinan yang bijaksana juga mengetahui sukses hanya
datang dari dukungan orang-orang yang mau mendukung visinya. Dwight D.
Eisenhower, misalnya, mendefinisikan kepemimpinan sebagai mengajak beberapa
orang untuk mengerjakan sesuatu yang ingin Anda kerjakan atas dasar keinginan
mereka sendiri, bahwa mereka juga ingin mengerjakannya.
Berikut ini resep Goulet untuk menjadi pimpinan ideal:
Seorang pemimpin harus mampu mengkomunikasikan
visinya dengan baik.
Secara alami, orang ingin mengikut pemimpin yang baik. Setelah
pertemuan dengan pemimpin itu, bukan hal yang luar biasa jika kemudian mereka
merasa terangkat, terinspirasi, dan termotivasi untuk bekerja bersama mencapai
tujuan.
Jeli melihat mana karyawan yang bervisi dan tidak
Studi terbaru yang dilakukan oleh Beverly Kaye dan Sharon
Jordan-Evans, penulis buku Love Em or Lose Em memberikan sejumlah
sejumlah jawaban penting. Mereka menemukan bahwa pekerja yang berarti adalah
yang mampu membuat perbedaan dan kontribusi. Umumnya, tiga alasan yang
diberikan karyawan ketika ditanya mengapa mereka tetap tinggal di perusahaan
itu adalah:perkembangan karier, belajar, dan pengembangan diri. Atau ada juga
yang menambah dengan senang dengan pekerjaan yang penuh tantangan. Ketika
pekerja mengemukakan alasan bahwa kerja keraslah yang terpenting, maka
sesungguhnya dialah yang paling mempunyai komitmen dan biasanya lebih
produktif. Maka, mestinya, dialah yang Anda dorong untuk menggantikan Anda
suatu ketika.
Menjadi contoh yang baik.
Jika seorang pemimpin mampu menunjukkan kesungguhan dalam segala hal,
maka hal tersebut merupakan inspirasi yang bagus untuk membangkitkan semangat
bawahan, dalam kondisi yang tanpa harapan sekalipun. Tentu saja kesungguhan itu
dilakukan sesuai garis visinya.
Lee Iacocca mendapati suatu situasi seperti ini ketika Chrysler’s
terjerembab pada tahun 1980. Ia memotong sendiri gajinya untuk membukltikan
bahwa pendiriannya terhadap suatu hal akan membuahkan hasil yang lebih baik.
Dan dia benar. Di bawah kepemimpinannya, Chrysler kembali bersinar.
Selalu berpikir positif
Beberapa orang senantiasa mendapat inspirasi dari cerita orang lain.
Terutama mengenai bagaimana seseorang menghadap berbagai situasi. Jika Anda
memiliki tendensi sesuatu akan menjadi negatif, tetapi ingin menginspirasi
orang lain,.fokus solusinya adalah hanya pada problem yang dihadapi. Jiika
rencana A tidak berjalan, hindari meratapi situasi dan mulailah dengan rencana B. Jika perlu, siapkan rencana C
untuk jaga-jaga. Bangunlah sikap ‘Aku bisa!’ dan Anda akan menarik orang untuk
bermotivasi mencapai tujuan Anda.
Berilah penghargaan
Di samping komunikasi mengenai visi efektif, pemimpin yang baik juga
tahu mereka membutuhkan reward individual. Karena beda orang, beda pula
motivasinya. Pemberian reward ini juga berfungsi sebagai motivasi.
Misalnya dengan memberikan bonus tertentu jika sang bawahan mencapai hasil
tertentu pula. Dengan sedikit menantang, katakan pada mereka bagaimana
partisipasi mereka dapat membawa prestasi dan kesempatan yangh lebih baik.
Binalah kedekatan pribadi.
Membina kedekatan pribadi di sini bukanlah dalam konotasi negatif.
Teknik cerdas yang selama ini banyak dilakukan oleh manajer sukses adalah
dengan menggunakan pendekatan pribadi untuk mengkomunikasikan hal-hal penting.
Misalnya, menggunakan nama panggilan masing-masing bawahannya. Jangan harapkan
Anda akan mendapat dukungan anak buah Anda jika Anda sampai salah menyebut
namanya. Pemimpin yang baik juga selalu mengenalkan bawahannya dengan nama
depannya, bukan jabatannya. Di depan orang lain, ia menyebut mereka sebagai
anggota timnya, atau koleganya, bukan sebagai bawahannya. Pemimpin yang bijak
akan sangat tahu mana hal yang esensial dan bukan.n
Sumber:
KORAN TEMPO 23 April 2001